ManKim Mengabdikan Hidup untuk Kebaikan - Gresix.com - Info Terkini Seputar Gresik

Rabu, 07 Agustus 2024

ManKim Mengabdikan Hidup untuk Kebaikan

Kecamatan  Benjeng, sebuah Kecamatan  yang berada di kabupaten Gresik  Jawa Timur, adalah tempat yang penuh dengan kehidupan religius dan kebersamaan warga. Di antara mereka, ada seorang pemuda yang dikenal sebagai Cak Mustakim, atau lebih akrab dipanggil ManKim. Sebagai salah satu kader terbaik NU di Benjeng, ManKim selalu aktif dalam berbagai kegiatan, baik dalam Banom (Badan Otonom) NU maupun kegiatan sosial lainnya. Kiprahnya tidak hanya diakui oleh warga desa, tetapi juga oleh pengurus NU lainnya.

ManKim dikenal sebagai sosok yang rajin dan berdedikasi. Setiap ada kegiatan di desa, baik itu acara pengajian, tahlilan, maupun kegiatan sosial lainnya, ia selalu hadir dan memberikan kontribusi nyata. Semangatnya yang tinggi dan keikhlasannya dalam berbuat membuatnya menjadi panutan bagi banyak orang.

Suatu hari, saat sedang mempersiapkan acara Lailatul Ijtima', sebuah acara rutin yang diadakan oleh NU untuk mempererat silaturahmi, ManKim bertemu dengan Mas Supriyanto dan Aba Habib. Mereka adalah pengurus Lazisnu di Benjeng yang selalu bekerja sama dalam berbagai kegiatan sosial.

"Assalamu'alaikum, ManKim," sapa Mas Supriyanto dengan senyum hangat. "Bagaimana persiapan untuk Lailatul Ijtima' kali ini?"


"Wa'alaikumsalam, Mas Supri," balas ManKim. "Alhamdulillah, persiapan sudah hampir selesai. Kita tinggal menyiapkan konsumsi untuk tamu undangan dan menata tempat saja."

Aba Habib, yang merupakan ketua Lazisnu, menambahkan, "Semoga acaranya berjalan lancar, seperti biasa. Oh iya, kita juga akan mengadakan santunan untuk anak yatim piatu dan kaum dhuafa setelah acara pengajian. Bagaimana dengan persiapan dana?"

ManKim tersenyum dan menjawab, "Alhamdulillah, dana sudah terkumpul cukup banyak. Terima kasih kepada semua donatur yang telah berkontribusi. Insya Allah, bantuan ini akan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan."

Percakapan ini menunjukkan betapa kompaknya ManKim dan tim Lazisnu dalam menyiapkan acara dan kegiatan sosial di Benjeng. Mereka selalu bekerja sama dengan baik dan berusaha memberikan yang terbaik bagi masyarakat.

Sebagai pengurus Lazisnu, ManKim memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana zakat, infaq, dan shodaqoh dari masyarakat. Salah satu program unggulan Lazisnu adalah S3 (Sedekah, Sedino, Sewu), yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, terutama anak yatim piatu dan kaum dhuafa.

ManKim selalu memastikan bahwa setiap bantuan yang diberikan tepat sasaran. Ia sering kali terjun langsung ke lapangan untuk menyalurkan bantuan dan memastikan bahwa bantuan tersebut benar-benar sampai kepada yang berhak.

Dalam sebuah musyawarah kecil yang diadakan di sekretariat Lazisnu, ManKim, Mas Supriyanto, dan Aba Habib berdiskusi tentang pengembangan program S3. Mereka membahas cara-cara untuk meningkatkan jumlah donatur dan mengoptimalkan penyaluran bantuan.

"Menurut saya," kata ManKim, "kita perlu lebih aktif dalam sosialisasi program S3 ini. Banyak warga yang belum benar-benar paham tentang pentingnya sedekah dan zakat. Mungkin kita bisa mengadakan penyuluhan atau pengajian khusus tentang ini."

Mas Supriyanto setuju dan menambahkan, "Benar, ManKim. Kita juga bisa bekerja sama dengan Banom lain, seperti Muslimat dan Fatayat, untuk memperluas jangkauan program ini. Mereka punya banyak anggota yang bisa kita ajak untuk berpartisipasi."

Aba Habib, dengan bijak, menutup diskusi, "Baiklah, kita akan coba realisasikan ide ini. Yang terpenting, kita tetap menjaga niat dan keikhlasan kita dalam berbuat. Insya Allah, semua akan berjalan lancar."

Diskusi ini menunjukkan bagaimana Lazisnu di Benjeng selalu berusaha untuk berkembang dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Mereka selalu membuka ruang untuk ide-ide baru dan berusaha untuk selalu berinovasi dalam menjalankan program-program sosial.

Namun, seperti halnya dalam setiap perjalanan, tidak selalu mulus. ManKim dan tim Lazisnu sering kali menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Salah satu tantangan terbesar adalah mengumpulkan dana yang cukup untuk menjalankan program-program sosial. Meskipun masyarakat Benjeng cukup dermawan, kadang-kadang sulit untuk mencapai target dana yang diharapkan.

Suatu ketika, ManKim dan Mas Supriyanto tengah berbincang di sekretariat Lazisnu. Mereka membahas tentang kurangnya dana untuk program S3 kali ini.

"ManKim, bagaimana dengan dana yang terkumpul untuk santunan kali ini?" tanya Mas Supriyanto dengan nada khawatir.

ManKim menghela napas sejenak, kemudian menjawab, "Kita masih kekurangan sekitar dua juta rupiah. Saya sudah mencoba menghubungi beberapa donatur tetap, tapi sepertinya mereka juga sedang kesulitan."

Mas Supriyanto terdiam sejenak, memikirkan solusi. "Mungkin kita bisa mengadakan bazaar amal kecil-kecilan. Kita bisa menjual makanan dan minuman, atau barang-barang bekas layak pakai. Setidaknya, itu bisa membantu menutupi kekurangan dana."

ManKim tersenyum mendengar usulan itu. "Ide yang bagus, Mas. Kita bisa mulai mempersiapkannya dari sekarang. Saya yakin banyak warga yang akan mendukung."

Percakapan ini menunjukkan bagaimana ManKim dan timnya selalu mencari cara untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Mereka tidak mudah menyerah dan selalu berusaha mencari solusi terbaik.

Selain dalam menghadapi tantangan, kebersamaan juga terlihat dalam setiap musyawarah yang mereka adakan. ManKim, Mas Supriyanto, dan Aba Habib selalu berusaha untuk melibatkan semua anggota dalam setiap pengambilan keputusan. Mereka percaya bahwa setiap anggota memiliki kontribusi yang berharga dan perlu didengarkan.

Selain aktif dalam Lazisnu, ManKim juga terlibat dalam kegiatan ABDI (Anshor Peduli), sebuah program yang bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, baik itu akibat bencana alam maupun masalah sosial lainnya. Program ini sering kali melibatkan kerja sama dengan Banser, sebuah badan otonom NU yang terkenal dengan kedisiplinan dan semangat juangnya.

Suatu hari, setelah terjadi banjir di salah satu desa di Kecamatan Benjeng, ManKim bersama tim ABDI segera turun ke lokasi untuk memberikan bantuan. Mereka membawa berbagai bantuan, mulai dari makanan, pakaian, hingga perlengkapan mandi. Di lapangan, ManKim berkoordinasi dengan tim Banser untuk memastikan distribusi bantuan berjalan lancar.

"Banser, kita bagi tugas ya," kata ManKim kepada beberapa anggota Banser. "Tim pertama bertugas mendistribusikan makanan, tim kedua untuk pakaian dan perlengkapan mandi. Pastikan semua bantuan sampai ke tangan yang tepat."

Salah satu anggota Banser, Nurhasan, merespon dengan semangat, "Siap, ManKim! Kita akan pastikan semua berjalan lancar."

Di tengah kesibukan tersebut, ManKim juga menyempatkan diri untuk berbicara dengan warga yang terdampak. Ia mendengarkan keluh kesah mereka dan memberikan kata-kata penyemangat.

"Jangan khawatir, Bapak, Ibu," ucap ManKim kepada salah satu warga. "Kami di sini untuk membantu. Insya Allah, semua akan segera membaik."

Percakapan dan tindakan ManKim menunjukkan betapa pedulinya ia terhadap sesama. Ia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik dan menjadi pendengar yang baik bagi mereka yang membutuhkan.

Di tengah segala aktivitasnya, ada satu hal yang selalu mengusik hati ManKim. Di setiap kegiatan Fatayat, ManKim selalu bertemu dengan Sahabat Tamara, seorang perempuan yang selalu menarik perhatiannya. Tamara adalah sosok yang aktif dan penuh semangat, selalu berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial. ManKim merasa ada yang istimewa dari Tamara, tetapi ia tidak berani mengungkapkan perasaannya.

Suatu hari, di sebuah acara di desa Munggu, ManKim memutuskan untuk mendekati Tamara. Namun, keringat dingin menghampirinya saat ia hendak berbicara. Akhirnya, ia hanya bisa melihat Tamara dari kejauhan. Hal ini terlihat oleh Sahabat Dewi Sekardadu, yang kemudian memberikan masukan kepada ManKim.

"ManKim, kalau kamu punya perasaan kepada Tamara, sebaiknya kamu segera mengutarakannya. Jangan sampai didahului oleh orang lain," kata Dewi dengan lembut.

ManKim hanya bisa tersenyum kecut. "Aku tidak berani, Dewi. Aku takut dia menolakku."

Dewi mencoba menyemangati ManKim. "Jangan takut, ManKim. Beranilah untuk mengutarakan perasaanmu. Kamu tidak akan tahu jawabannya kalau tidak mencoba."

Namun, nasihat Dewi datang terlambat. Beberapa minggu kemudian, ManKim mendengar kabar bahwa Tamara telah bertunangan dengan orang lain. Kabar ini membuat ManKim kecewa dan merasa bersalah karena tidak berani mengungkapkan perasaannya.

Meskipun merasa kecewa, ManKim tidak menunjukkan perasaannya di depan orang lain. Ia tetap melanjutkan aktivitasnya seperti biasa, tetap aktif membantu di setiap kegiatan Fatayat. Namun, di dalam hatinya, ada rasa kehilangan yang mendalam.

Suatu malam, setelah sebuah kegiatan Fatayat, ManKim duduk sendirian di depan sekretariat Lazisnu. Ia merenung tentang semua yang terjadi, tentang rasa takutnya yang membuatnya kehilangan kesempatan untuk bersama dengan Tamara.

"Apa yang salah denganku?" gumam ManKim kepada dirinya sendiri. "Kenapa aku tidak berani mengungkapkan perasaanku? Mungkin ini sudah takdirku."

Namun, di balik kekecewaannya, ManKim tetap bersyukur atas segala yang telah ia capai. Ia selalu berusaha untuk ikhlas dalam setiap tindakannya dan percaya bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari rencana Tuhan.

ManKim selalu menyimpan harapan dan cita-cita untuk masa depan Lazisnu dan masyarakat Benjeng. Ia berharap bahwa program-program yang mereka jalankan bisa semakin berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar.

Dalam sebuah pertemuan kecil dengan Mas Supriyanto dan Aba Habib, ManKim berbagi pandangannya tentang masa depan Lazisnu. Ia berharap bisa memberikan lebih banyak pelatihan keterampilan atau pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu.

"Saya ingin Lazisnu tidak hanya memberikan bantuan materi, tetapi juga memberikan pendidikan dan keterampilan. Sehingga, mereka bisa mandiri dan keluar dari kemiskinan," ungkap ManKim dengan semangat.

Mas Supriyanto dan Aba Habib setuju dengan pandangan ManKim. Mereka berencana untuk mencari lebih banyak sumber dana dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan visi tersebut.


Kisah hidup ManKim adalah tentang dedikasi, keikhlasan, dan semangat untuk berbuat kebaikan. Ia telah menjadi contoh baik bagi banyak orang, menunjukkan bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh dengan pelajaran dan kesempatan untuk berbuat baik.

Meski hatinya sempat terluka oleh cinta yang tak terungkap, ManKim tetap melangkah dengan penuh semangat. Ia terus berkontribusi pada masyarakat, menunjukkan bahwa kebaikan bisa dilakukan oleh siapa saja, di mana saja. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk para sahabatnya di Lazisnu, Banser, dan Fatayat.

Bagi ManKim, kehidupan adalah tentang memberi. Ia percaya bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain. Ia selalu bersyukur atas segala nikmat dari Allah dan berusaha ikhlas dalam setiap tindakannya.

Kisah ManKim adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa kita harus berani untuk mengungkapkan perasaan kita, berani untuk berbuat baik, dan berani untuk tetap melangkah meskipun menghadapi kekecewaan. Semoga kisah hidup ManKim dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus berbuat kebaikan dan memberikan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda